By. Rahmad Puji Darmawan
Halo sedulur…. Apa kabar?
Semoga
baik-baik saja…ditengah pademi ini semoga kita selalu dilindungi oleh Tuhan
Yang Maha Esa sehingga kita tetap sehat dan tidak lupa bahagia :)
Okeyy…kali ini saya mau sharing-sharing sedikit mengenai salah satu jamur yang dapat dimakan (edible mushroom) yakni jamur enokitake atau nama ilmiahnya Flammulina velutipes.
Topik bahasan sharing kali ini adalah sebagai berikut :
- Pengenalan Jamur
- Media Tanam Jamur
- Lingkungan Tumbuh Jamur
- Pembibitan Jamur
- Teknik Budidaya Jamur
- Panen dan Pasca Panen Jamur
Baiklah
langsung saja ke bahasan skuy… :v
- Pengenalan Jamur
Jamur Enokitake (Flammulina
velutipes) merupakan salah satu jamur yang dapat dimakan yang juga dikenal
sebagai jamur musim dingin (winter
mushroom). Hal tersebut dikarenakan pada alam bebas jamur ini sering tumbuh
saat musim dingin, di daerah beriklim sejuk jamur enokitake tumbuh saat musim
gugur sampai musim semi (Aditya dan Saraswati, 2011). Jamur ini biasanya diolah
menjadi berbagai masakan sup Jepang, Korea selanjutnya masakan Vietnam dan
Cina.
Asal dari nama jamur ini sendiri berasal dari bahasa
Jepang ‘enoki’ dikarenkan sering ditemuinya jamur ini tumbuh pada permukaan
batang pohon enoki bahasa Jepang dari Phusu (Celtis sinensis).
Jamur Enokitake memiliki beragam manfaat bila
dikonsumsi, kandugan dalam setiap 100 gram
jamur mengandung sebanyak 31,2% protein, 5,8% lemak 3,3% serat, serta 7,6 % abu
(Sharma et al., 2009 dalam Marzuki et al., 2016). Selanjutnya dalam buku
yang ditulis Aditya dan Saraswati, (2011) jamur enokitake memiliki manfaat yaitu
:
·
Sebagai alternative
makanan aman dan sehat bagi penderita diabetes
·
Mengatasi
penyakit kanker prostat
·
Menurunkan
tekanan darah dan kolesterol
·
Dipercaya
mengurangi masalah sulit buang air besar
·
Bahkan dapat
sebagai antikanker dan tumor
Jamur enokitake yang sering kita temui di supermarket memiliki warna putih dikarenkan jamur tersebut merupakan hasil budidaya yang dimana jamur terhindar dari sinar matahari. Sementara jamur enokitake yang ditemui di alam bebas memiliki warnya yang berbeda yakni coklat hampir merah jambu.
2. Media Tanam Jamur
Media untuk tamam jamur enokitake kita lihat dari
awal pembibitan memiliki media berbeda-beda. Namun pada umumnya media yang
digunakan untuk budidaya jamur ini adalah serbek gergaji atau serbuk bonggol
jagung yang kemudian ditambahkan nutrisi lainnya (Aditya dan Saraswati, 2011).
Berikut media tanam jamur menurut Tamad et
al., (2015) dari mulai bibit:
·
Bibit F0
Media yang digunakan
saat pembibitan F0 adalah PDA (Potatoes Dextose Agar). PDA dibuat dari kentang
yang dipotong kecil-kecil, direbus dalam 1 liter air aquades selama 20-30 menit,
diambil air hasil rebusan kemudian ditambahkan agar-agar putih dan dextrose yang
kemudian dipanaskan sampai menidih kemdian di dinginkan.
·
Bibit F1
Media yang digunakan serbuk
kayu, tepung beras, gula putih, dan NPK. Perbandingan yang digunakan untuk
bahan-bahan tersebut adalah 100:100:25:4:1. Apabila sudah tercampur dengan rata
dimasukkan dalam wadah botol.
·
Bibit F2 (yang
digunakan saat produksi budidaya jamur)
Media yang digunakan serbuk gergaji kayu, dedak, tepung jagung, kapur (CaCO3) dan NPK. Perbandingan yang digunakan adalah 100:10:10:2,5:1 serta ditambah sedikit air sampai lembab. Jumlah media yg digunakan 0,5 – 1,0 kg. Mencampur bahan sampai rata dan dilakukan pengecekan pH media tanam. Media yang telah siap dimaukkan dalam botol plastik tahan panas, dipadatkan, dan ditutup. Serbuk gergaji yang digunakan adalah berasal dari kayu sengon. Tidak lupa setelah jadi maka dilakukan sterilisasi botol yang telah terisi media tanam untuk menghindari kontaminasi.
3. Lingkungan Tumbuh Jamur
Jamur enokitake mudah tumbuh di daerah dataran
tinggi sekitar 700-800 m dpl (di atas permukaan laut). Pembudidayaan jamur
tidak mustahil di dataran rendah asalkan kondisi iklim lingkungan rung
penyimpanan/produksi disesuaikan dan diatur sesuai kebutuhan jamur. (Sunanto
dan Hardi, 2000; Azizi et al., 2012
dalam Tamad et al., 2015). Lingkungan
tumbuh jamur enikitake menurut Tamad et
al., (2015) adalah sebagai berikut:
·
Kelembapan
Kelembapan lingkungan yang
dibutuhkan jamur enokitake kelembapan yang tinggi seperti jamur pada umumnya
yakni 70% selama penumbuhan miselium dalam baglog (Aditya dan Saraswati, 2011).
Selanjutnya saat pembentukan tumbuh buah kelembaban yang lebih tinggi 70-85%.
·
Suhu
Suhu yang baik untuk
jamur enokitake 15oC pada saat pertumbuhan miselium baglog (Aditya
dan Saraswati, 2011). Selanjutnya untuk pembentukan tubuh buah dibutuhkan suhu
13-15oC.
·
pH
Konsisi pH dalam media
tumbuh jamur yang biak adalah dalam rentang 6,8 – 7,0.
·
Cahaya
Cahaya yang diperlukan
oleh jamur saat masa vegetative (pertumbuhan miselium) sangat sedikit sekitar
10% saja. Sementara itu cahaya yang diperlukan saat pembentukan tubuh buah
memerlukan cahaya yang lebih banyak skurang lebih sekitar 60-70%.
·
Aerasi
Kodisi aerasi ini terdiri dari kadar CO2 dan O2. Kandungan CO2 dalam pertumbuhan miselium jamur diperlukan lebih tinggi yaitu 15-20%, sementara pada saat pertumbuhan tubuh buah sedikit membutuhkan CO2. Sebaliknya untuk kandungan O2 saat fase pertumbuhan miselium memerlukan dalam jumlah sedikit, sementara saat pertumbuhan tubuh buah memerlukan lebih banyak.
4. Pembibitan Jamur
Pembibitan jamur enokitake hampir sama dengan jamur budidaya lainnya yaitu melewati pembibitan F0, F1, dan F2. F0 merupakan bibit jamur yang diambil dari indukan jamur. Indukan jamur sendiri harus jamur yang sehat tanpa terinfeksi pathogen, dari varietas unggul, berasal dari panen pertama dalam baglog yang berumur 3-4 minggu setelah pembentukan pin head. Selanjutnya F1 merupakan hasil dari perbanyakan F0, dan F2 adalah hasil perbanyakan dari F1.
“Sebelum melakukan pembibitan diperlukan ruangan dan peralatan yang steril supaya bibit jamur tidak terjadi kontaminasi oleh pathogen maupun jamur lain. :)”
·
Pembibitan F0
Peralatan
yang diperlukan dalam pembibitan F0 tentu saja indukan jamur, selanjutnya
adalah Laminar Air Flow (LAF), Autoclave, Cawan petri, peralatan isolasi
(spatula, pisau scalpel, bunsen, plastik wrap dan alumunium foil).
Gambar. LAF |
Gambar. Autoclave |
Langkah
dalam pembibitan dapat disebut isolasi. Isolasi merupakan tahapan pengambilan
sampel/bagian tertentu dari indukan untuk ditanam dalam media tanam yaitu PDA.
Isolasi dilakukan dalam LAF yang sudah disterilkan oleh lampu UV (1 jam) dan
diseprot dengan alkohol demi menjaga sterilisasi dari kontaminasi.
Langkah
selanjutnya ingkubasi PDA, miselium akan menutupi semua permukaan PDA selama
2-4 minggu (Tamad et al., 2015).
Ingkubasi ini adalah kegiatan melekatan media tanam pada suatu ruangan khusus
yang memiliki kondisi lingkungan yang diperlukan untuk pertumbuhan miselium
jamur.
·
Pembibitan F1
Pembibitan
F1dimulai dengan lagkah mengambil miselium dari F0 kemudian dimasukkan dalam
botol yang berisi media tanam untuk F1. Proses tersebut dapat disebut juga
inokulasi. Selanjutnya tutup dengan kapas streil dan di lakukan ingkubasi
kembali sampai miselium memenuhi media tanam.
·
Pembibitan F2
Pembibitan
F2 dillakukan dengan pemindahan bibit F1 ke media tanam F2 yang sudah
dimasukkan dalam botol botol polypropylene. Selanjutnya kembali dilakukan
ingkubasi. Apabila miselium sudah memenuhi ¾ media tumbuh maka dapat
dipindahkan ke ruang produksi.
5. Teknik Budidaya Jamur
Sebelum melakukan budidaya jamur tentunya diperlukan
tempat budidaya yaitu kumbung. Kumbung ini adalah tempat produksi dari jamur
dimana tempat mengatur kondisi lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan jamur.
Selain kumbung juga diperlukan rak-rak tempat meletakkan baglog, ruang
persiapan ruang pembibitan, ruang inokulasi, dan ruang ingkubasi jamur.
Teknik budidaya yang digunakan dalam budidaya jamur
enokitake biasa yang sering digunakan adalah Bottle Cultivation. Pengertian dari teknik ini adalah penggunaan
media substrat (Contoh:serbuk gergaji, biji kapas, jerami, dsb) yang dimasukkan
dalam botol polypropylene yang memiliki kelebihan dapat digunakan berkali-kali
dan tahan panas.
Langkah-lagkah budidaya setelah pembibitan F2
meliputi sebagai berikut :
·
Memindahkan
botol yang berisi miselium ke ruang produksi (kumbung)
·
Melakukan
perawatan seperti penyiraman untuk menjaga kelembaban udara, membuka fentilasi
agar cahaya dapat masuk dan dapat terjadi sirkulasi udara. Penyiraman dapat
dilakukan satu hari sekali pada pagi atau sore. Akan tetapi frekuensi
penyiraman dapat ditambahkan bila dirasa kondisi cuaca sedang panas/kering.
Penyiraman dilakukan dengan teknik pengkabutan pada lantai atau atap kumbug
dengan menggunakan spayer. Tidak lupa dilakukan penyiraman pada media tanam
untuk menjaga kelembapannya, penyiraman dapat dilakukan 3 hari sekali.
6. Panen dan Pasca Panen Jamur
Jamur enokitake siap dipanen saat berumur 30 hari (Aditya
dan Saraswati, 2011). Pemanena jamur dilakukan dengan mencabut/memotong batang
buah jamur dari media tanam. Kegiatan pascapanen yang dilakukan dapat berupa
sortasi dan pembersihan, penimbangan dan pengemasan. Pengemasan dapat
menggunakan plastik bening yang telah diberi label.
Itulah sedikit sharing-sharing sedikit mengenai serba-serbi budidaya jamur enokitake. Saya mengerti bahwa masing banyak kekurangan dalam penulisan maka dari itu saya berharap atas kritik ataupun saran yang bersifat membangun supaya tulisan kedepannya dapat lebih baik lagi.
Okeyyy...., akir kata terima kasih telah berkunjung dan semoga bermanfaat sedulur :)
DAFTAR PUSTAKA
Aditya,
Rial dan Desi Saraswati. 2011. 10 Jurus Sukses Beragribisnis Jamur. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Marzuki, Betty Mayawatie, Tatang Sharmana Erawan, Joko Kusmoro. 2016. Pengaruh Penambahan Berbagai Takaran Ampas Tahu pada Media Bibit Indukan Jagung Terhadap Pertumbuhan Miselium dan Bobot Bibit Indukan Jamur Enoki (Flammulina velutipes (Curt. Fries) Singer). Seminar Nasional Pendidikan dan Saintek. ISSN: 2557-533X. Hal : 147-152.
Purwanti, Puput. 2018. 5 Cara Budidaya Jamur Enoki di Indonesia yang Pasti Berhasil. Ilmubudidaya.com. https://ilmubudidaya.com/cara-budidaya-jamur-enoki-di-indonesia. Diakses pada 13 Mei 2020.
Tamad, J. Maryanto, P. Widyasunu, M.N. Budiono dan Kartini. 2015. Pemanfaatan Limbah Serbuk Gergajian Kayu untuk Media Jamur Konsumsi Bernilai Ekonomi dan Prospektif. Jurnal Agrin. Vol 19 (2) : 141-150.